Insentif dan Disinsentif dari PLN
Pelaksanaan kebijakan yang satu ini ternyata cukup asik untuk diperbincangkan. Permainan baru ini mulai dimainkan pada awal bulan Maret. Beberapa kalangan sudah mulai buka mulut tentang permainan ini. Beberapa Program TV di beberapa stasiun televisi swasta sudah mulai mencoba mengupas lebih dalam kulit permainan ini guna mencari tahu sebagus apa isi dari permainan ini,
Kalangan masyarakat menengah kebawah mungkin tidak terlalu tahu tentang hal ini. Namun sebulan ke depan, ketika pembayaran listrik mereka akan mendapatkan semacam shock therapy. Wow...! Mungkin aku sebagai mahasiswa yang hidup di rumah kontrakan (air, listrik bayar sendiri) juga akan menyadarinya. Memang sih... tiap bulan-pesta (setelah ujian) kontrakanku menyedot banyak listrik untuk nonton TV, main game dll, yang menghasilkan bom bunuh diri, namun apakah bom dari PLN ini cukup hebat? Kita tunggu saja!
Aturan main dalam insentif dan disinsentif dari PLN ini ternyata cukup keren (terlapas apakah berdampak positif atau negatif). Bagi pengguna listrik yang menggunakan listrik dibawah 80% akan diberi insentif berupa potongan harga untuk bulan depan. Namun, untuk penggunaan yang melebihi 80% akan dikenakan disinsentif berupa pemotongan subsidi dari pemerintah, sehingga biaya listrik akan terasa lebih mahal.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah mengurangi penggunaan energi (listrik) yang berlebihan dan menghemat APBN negara kita. Namun sebagian orang berpendapat bahwa inilah penaikan biaya yang terselubung (secara diam-diam).
Yang menjadi masalah adalah :
- Penetapan batas pemakaian nasional yang dirilis oleh PLN rendah sekali, sebagai contoh untuk pelanggan R1/2200VA, batas pemakaian nasional/bulan adalah 345kwH. 80%nya berarti 283 kwH. Untuk dapat insentif maka pelanggan harus memakai listrik kurang dari itu. Lebih dari itu berarti didenda. Pemakaian kami paling rendah saat ini adalah 360 kwH, rata-rata 425kwH. Itu sudah pemakaian minimal dengan mematikan semua lampu, AC waktu tidur, kecuali lampu penerangan jalan. Itu berarti kami akan kena denda + naik 10%. Kita keberatan dengan ini.
- Pencatatan di kertas meter pelanggan juga dilakukan asal-asalan, setahun lalu hanya di catat 3 kali. Bagaimana konsumen akan mengontrol pemakaian kalau tidak ada catatanya. Apakah konsumen juga harus jadi petugas pencatat. Padahal itu tidak legal untuk PLN.
Wow... kekuatan monopoli PLN ternyata sangat kuat! Kalau negara memang sedang berhemat, kenapa tidak negara lebih transparan sehingga rakyat dapat mengetahui lebih jelas? Bisakah negara menggunakan kebijakan ini sebagai instrumen perbaikan bangsa?
Comment Form under post in blogger/blogspot